Jumat, 27 Maret 2020

PEMBERIAN NAMA PANGERAN SIDDHARTA



Lima hari setelah Sang Pangeran lahir, Raja Suddhodana mengadakan upacara pembasuhan kepala dan pemberian nama, sesuai dengan tradisi India kuno, dengan mengundang para brahmana (brahmin) terpelajar dan terkemuka. Di antara 108 brahmana yang diundang terdapat delapan brahmana yang terkemuka.
Setelah melihat tanda-tanda kebesaran pada tubuh Pangeran, 8 di antara mereka yaitu
1.    Rāma
2.    Dhaja
3.    Lakkhanā
4.    Jotimanta
5.    Subhoja
6.    Suyāma
7.    Sudatta
8.    Kondanna

Mereka memprediksikan dua kemungkinan yaitu bahwa Pangeran akan menjadi seorang Raja Dunia atau akan menjadi seorang Buddha jika Ia meninggalkan kehidupan keduniawian dan menjadi petapa.
Tetapi Kondañña, salah satu dari kedelapan brahmana itu, dan yang paling muda, menyatakan dengan memastikan bahwa hanya ada satu kemungkinan yaitu Pangeran akan menjadi seorang Buddha. Pernyataan Kondañña ini akhirnya diterima oleh semua brahmana.
Hadir pula pertapa yang datang bernama Asita. Pertapa Asita tiba-tiba menangis dan setelah itu tersenyum. Ini alasannya:
a.    Menangis karena umur pertapa tidak sempat mendengar ajaran Buddha.
b.    Tertawa karena Asita berbahagia telah bertemu calon Buddha.
Para brahmana terpelajar tersebut juga memberitahu raja bahwa sang pangeran akan meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi petapa setelah ia melihat empat penampakan, yaitu
a.    orang tua,
b.    orang sakit,
c.    orang mati,
d.    petapa.
Setelah itu, para brahmana memberi-Nya nama Siddhartha  yang berarti “tercapailah cita-citanya”, dan dengan nama keluarga Gotama. Maka namanya menjadi Siddharta Gotama.
Pada hari ke tujuh setelah melahirkan Pangeran Siddhattha, Ratu Mahāmāyā wafat, dan adiknya Mahāpajāpatī Gotamī yang juga isteri Raja Suddhodana menggantikan posisi Ratu Mahāmāyā sebagai ratu sekaligus ibu bagi pangeran kecil. Mahāpajāpatī Gotamī merawat Pangeran Siddhattha seperti merawat putranya sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar